LENSAINDONESIA.COM: Esekusi 140 rumah yang didiami oleh 123 KK, di Komplek Skrikandi RT 07/03 Kelurahan Jatinegara kaum Kecamatan Pulo Gadung, yang digelar PN(Pengadilan Negeri) Jakarta Timur berlangsung ricuh. Keributan terjadi antara warga dan Satpol –PP.
Kericuhan antara warga yang melakukan blokade di ujung gang pemukimannya saat akan dilaksanakan eksekusi, terjadi sekitar pukul 06.30 WIB. Blokade direspon dengan tembakan gas air mata oleh pihak kepolisian yang menerjunkan 800 aparat gabungan dari Polda Metro Jaya, Polres Jakarta Timur, Polsek Pulogadung dan Duren Sawit.
Baca juga: Ingin jadi pemimpin hebat? Tanam sifat kepramukaan sejak dini dan 'Ogah' banjir, sistem drainase Jakarta Timur harus ditata ulang
Seorang warga RT 07/03 yang rumahnya turut dieksekusi, Pramono (39) menjelaskan, berdasarkan surat yang diterima warga, eksekusi dilaksanakan pada pukul 09.00 WIB. Tapi entah bagaimana, sekitar pukul 06.30 warga dikagetkan kedatangan petugas eksekusi yang dikawal petugas kepolisian dan Satpol PP.
“Warga sedang ada di rumahnya, begitu mendengar ada petugas eksekusi beserta polisi, secara serentak kami berdiri di ujung gang, membentuk blokade. Tetapi malah ditembaki gas air mata, sehingga bukan hanya membuat kami bubar, tapi juga ibu-ibu dan anak-anak yang sedang ada di rumah pun menjadi korban,” paparnya.
Setelah tidak mampu menahan laju petugas eksekusi, akhirnya warga yang awalnya memblokade jalan pun bubar dan hanya dapat pasrah terhadap eksekusi rumah-rumah mereka.
“Kami pun mempertanyakan eksekusi yang seharusnya dilakukan pukul 09.00, mengapa dimajukan. Bahkan pembacaan putusan eksekusi oleh petugas pun dilakukan tergesa-gesa,” katanya.
Sementara itu, Ketua RT 07/03, Tarju mengatakan, awalnya permasalahan lahan terjadi antar pihak PT Buana Estate dengan dua rumah di wilayahnya. Salah satu rumah tersebut adalah milik purnawirawan TNI Angkatan Darat, Mayjen Purn. Lintang Waluyo. Selanjutnya setelah di persidangan kalah, ternyata putusannya pun mengaitkan lahan yang selama ini ditempati warga seluas 9000 meter.
“Keputusannya telah Inkrah sejak 2008. Lalu pada 2010 kita sempat mau dieksekusi, tapi gagal, dan tahun 2012 pun juga gagal,” terangnya.
Menurutnya, warga yang selama ini menempati lahan garapan sejak tahun 1995 ini merasa bahwa lahan mereka tidak termasuk apa yang diklaim PT Buana
Estate, sehingga selama ini mereka tetap bertahan. Lanjutnya, hingga dilaksanakan eksekusi, sekitar 115 kepala keluarga dari 140 kepala keluarga, masih menempati sekitar 9.000 meter persegi di lahan tersebut.
Sementara itu, Aryono Sitorus Kuasa Hukum PT Buana Estate yang memenangkan sengketa lahan tersebut menyatakan, sengketa lahan telah terjadi sejak tahun 2003 dan Peninjauan Kembali (PK) Mahkamah Agung, telah memutuskan memenangkan pihaknya. Dari luas lahan yang keseluruhan 55.000meter milik PT Buana Estate, 2000meter diantaranya ditempati oleh warga secara tidak sah.
Dikatakan, meski menjadi pihak yang memenangkan sengketa, pihaknya sudah berulang kali meminta warga untuk meninggalkan rumahnya, namun tak
dihiraukan.
“Sebelumnya kepada warga sudah kita tawarkan, kerohiman sebesar Rp 25 juta. Kalau mau ke rumah susun kami sewakan tiga bulan, dan untuk yang mau pulang kampung akan kami antar,” katanya.@winarko
Anggi Tiar @lensaindonesia 22 May, 2013
enclosure:
-
Source: http://www.lensaindonesia.com/2013/05/22/eksekusi-140-bangunan-di-komplek-srikandi-ricuh.html
--
Manage subscription | Powered by rssforward.com
No comments:
Post a Comment