MENCERMATI kondisi perpolitikan di tanah air akhir-akhir ini nampaknya hanya akan menggiring kita pada rasa frustrasi dan pesimistis belaka. Betapa tidak, perpolitikan tanah air selalu membuat 'heboh' dan 'gaduh' rakyat, bukan karena prestasi dan kinerjanya yang ciamik namun justru karena problem demi problem yang membekapnya.
Paling hangat tentunya penetapan Ketua Umum Partai Demokrat, Anas Urbaningrum menjadi tersangka oleh KPK dalam kasus proyek Hambalang membuat kita pilu sekaligus marah. Persoalan korupsi politik, kisruh internal partai politik, kasus pajak Presiden, hingga kisruh pemilu menjadi 'sedikit' dari daftar panjang problem politik negeri ini.
Baca juga: Pendidikan Dibawah Bendera Reformasi dan Pendidikan Kunci Demokrasi Cerdas
Persoalan persoalan di atas selalu menghiasi media massa kita dan 'berhasil' membangun potret imajiner masyarakat kita tentang politik yang serba negatif. Politik Indonesia dipandang tidak lebih dari arena perebutan kekuasaan, serba transaksional, penuh intrik dan manipulasi serta selalu mengabaikan kepentingan rakyat banyak. Persepsi publik yang serba negatif terhadap politik sesungguhnya amat berbahaya jika terus berkembang dalam masyarakat kita, selain melemahkan kepercayaan publik (public trust) terhadap pemerintah, gejala ini jika terus dibiarkan dalam jangka panjang akan mengancam masa depan sistem demokrasi kita.
Apakah politik memang ditakdirkan bernasib demikian? Selalu membuat 'gaduh' dan justru menyengsarakan rakyat? Menurut saya jawabannya sama sekali tidak.
Politik bukanlah semata-mata arena pertarungan kuasa, perebutan modal, lobi-lobi tingkat tinggi, atau perkara "siapa mendapat apa, kapan dan bagaimana", khas pengertian kaum pragmatis Laswellian. Politik adalah arena kontestasi gagasan.
Para gladiator politik akan beradu ide dan gagasan dalam arena politik, di sini ide dan nilai akan dikonfontasikan sedemikian rupa dalam sebuah ruang yang setara dan deliberatif. Dalam diskursus inilah kehendak publik akan ditemukan, melalui sebuah proses dialektika yang panjang dalam ruang yang demokratis, di dalam proses dialektik inilah imajinasi politik menjadi prasyarat mutlak (conditio sine a qua non) berdemokrasi. Imajinasi politik adalah sebuah ide rekayasa sosial yang dapat diterima publik secara luas dan mampu menggugah kesadaran rakyat.
Kita ambil contoh misalkan pada tahun 1998 jelang keruntuhan Orde Baru, imajinasi politik berhasil dibangun oleh gerakan rakyat dan gerakan mahasiswa, imajinasi politik ini diterjemahkan dalam jargon 'demokrasi', 'reformasi', bahkan 'revolusi', rakyat tergerak oleh ide-ide besar ini, dan mereka 'berpolitik' dengan penuh antusiasme dan idealisme tinggi. Imajinasi politik akan memberikan proyeksi masa depan dan menggugah seluruh elemen-elemen dalam masyarakat untuk bersama sama mencapainya.
Politik adalah seni membumikan imajinasi. Seni untuk memangkas jarak antara idealitas dan realitas. Dia ada untuk menjembatani ide dan praksis. Namun naasnya, potret perpolitikan di tanah air menggambarkan fenomena 'defisit imajinasi' dalam praktik berpolitik. Kegaduhan politik, gejala intoleransi, manipulasi, intrik hingga maraknya korupsi politik menjadi penanda bahwa politik kita miskin imajinasi.
Politik direduksi hanya semata mata persoalan tawar menawar kepentingan yang transaksional saja, seperti lobi-lobi di parlemen, koalisi antar partai, berebut proyek di kementerian, hingga saling manuver dan berebut kuasa. Imajinasi politik nyaris tidak pernah hadir dalam perdebatan-perdebatan politik di ruang publik, tidak ada gagasan gagasan besar yang dikontestasikan demi kemajuan bangsa, tidak ada tawaran konsepsi ideologis yang mampu menggerakkan rakyat.
Politik miskin imajinasi yang demikian seyogyanya harus segera disudahi, demokrasi harus diselamatkan. Demokrasi politik membutuhkan lebih dari sekedar kemampuan negoisasi dan kapital ekonomi, namun jauh lebih penting membutuhkan imajinasi dalam merekayasa perubahan dan kemajuan untuk bangsa. *Pengamat Politik UGM.
Ari Purwanto @lensaindonesia 24 Feb, 2013
enclosure:
-
Source: http://www.lensaindonesia.com/2013/02/24/kembalikan-imajinasi-politik-ke-arena-gagasan.html
--
Manage subscription | Powered by rssforward.com
No comments:
Post a Comment