Pernah menolak tawaran menjadi pegawai bank, Salman Azis Alsyafi justru
keukeuh menjalani bisnis. Sarjana Komputer Universitas Indonesia ini
membuktikan dirinya sukses berbisnis warnet.
Motivasi saya terjun dalam bisnis adalah karena ingin mengeksplorasi
daya imajinasi dan kemampuan saya tanpa dibatasi oleh sistem yang sudah
ada. Sebab, saya orang yang senang menciptakan hal-hal baru yang
bermanfaat bagi banyak orang," ujar Salman Azis Alsyafdi, pemilik usaha
dan waralaba Warnet Gue.
Warnet Gue yang berlokasi di kawasan
BSD, Serpong, berbeda dengan warnet lainnya. Sebab, Salman melengkapi
Warnet Gue dengan fasilitas servis dan penjualan komputer. Namun,
fokusnya tetap pada game on line dan sangat digemari oleh anak-anak.
Warnet Gue juga menyediakan layanan makanan dan minuman. Harapannya,
para pelanggan betah berlama-lama berada di warnetnya. "Ini strategi
untuk meningkatkan omset," ujar pria kelahiran Jakarta,11 Februari 1986
itu.
Salman mengatakan, rata-rata omset Warnet Gue antara Rp 10
sampai Rp 12 juta per warnet/bulan. Manajemen Warnet Gue sedang
menyiapkan pembangunan Warnet Gue ke-14. Kebanyakan warnetnya berada di
Jabodetabek. "Ke depan, saya ingin lebih mengembangkan usaha waralaba
warnet dalam rangka ekspansi usaha dan penambahan cabang. Saya coba
memadukan dengan usaha makanan dan minuman. Ini merupakan konsep baru,"
tambahnya.
Peringkat 2 Lomba Wirausaha Muda Mandiri (WMM) 2007 kategori mahasiswa yang diadakan Bank Mandiri
itu mengaku senang melihat anak-anak muda saat ini yang semakin
tertarik menjadi pengusaha. Tapi, kata Salman, masih banyak anak muda
yang setengah hati mewujudkan cita-citanya itu.
Dari pengamatan
Salman, terkadang anak-anak muda begitu semangat ingin membuka usaha
setelah keluar dari seminar waralaba. Namun, setelah beberapa hari
kemudian semangat itu kendur sebelum menjalani usahanya. Atau, mereka
sudah mulai usaha, tapi kemudian berhenti, menyerah menghadapi tantangan
bisnis. "Seharusnya mereka menyadari membangun bisnis tidak gampang.
Memulai sebuah usaha ibarat mendaki gunung yang tinggi perlu kerja
keras, kerja cerdas dan semangat pantang menyerah. Setelah mengalami
proses jatuh bangun (secara mental—Red), barulah kita akan sampai pada
puncak gunung,"ujarnya.
Ide mengembangkan Warnet Gue, berawal
saat Salman masih kuliah tahun kedua di Fakultas Ilmu Komputer
Universitas Indonesia (UI). "Ketika itu, saya tinggal di asrama UI yang
berisi sekitar 1.000 mahasiswa. Saya lihat, kok belum ada warnet di
situ. Saya berpikir kenapa tidak bikin warnet saja. Toh, itu sesuai
dengan background pendidikan saya. Makanya saya mengambil peluang
bisnis warnet itu," tambahnya.
Untuk membangun usaha warnet itu,
dia bermitra dengan temannya, dengan komposisi modal 50:50. "Saat itu,
modal yang dibutuhkan sekitar Rp 38 juta. Saya menyediakan modal Rp 19
juta. Rinciannya, sebesar Rp 11 juta berasal dari hasil dagang saya
selama jualan komputer dan jual buku di kampus UI. Sisanya Rp 8 juta
berasal dari orangtua," ungkap Salman.
Dia juga berhasil menyakinkan orangtuanya—yang menginginkan Salman menjadi pegawai— setelah berjanji akan hidup Mandiri.
Permintaan modal itu merupakan permintaan uang terakhir kalinya kepada
orangtua. "Janji kepada orangtua itu memicu semangat saya makin
berkobar. Syukur, saya sekarang bisa membiayai hidup dari hasil
perjuangan sendiri," katanya bangga.
Saat kuliah, lanjut Salman,
hasil penjualan buku-buku fotokopian dan buku komputer di Kampus UI,
Depok, cukup besar untuk ukuran kantong mahasiswa. Ide jualan buku
muncul karena dia melihat pasar yang relatif besar. Seluruh mahasiswa
Fakultas Ilmu Komputer UI yang berjumlah 100 orang butuh buku teks.
"Awalnya, mahasiswa fotocopy sendiri-sendiri. Tidak ada yang organisir.
Jadi, saya pikir kenapa tidak dikoordinir saja. Kan bisa jadi bisnis,
selain bisa memudahkan mahasiswa mendapatkan buku," tuturnya. Setelah
berjalan sekian bulan dan Salman sudah fokus mengurusi warnet, akhirnya
bisnis buku fotocopy diserahkan ke senat.
Saat ini, selain punya
empat warnet milik sendiri, Salman juga memiliki sembilan Warnet Gue
yang dikembangkan secara waralaba. Salman mengaku, tidak menyesal pernah
menolak menjadi bankir karena sekarang penghasilannya dari bisnis lebih
besar daripada pendapatan seorang bankir. "Tapi, pada waktu menolak
sih, pendapatan bisnis saya masih kecil dibandingkan jadi bankir. Saya
mikirnya kan jangka panjang. Lagi pula kalau jadi wirausaha, kita yang
kontrol penuh bisnis kita," tambah sarjana komputer tahun 2008.
(*/Warta Kota)
sumber: http://www.ciputraentrepreneurship.com
No comments:
Post a Comment