LENSAINDONESIA.COM: Rektor Universitas Negeri Malang (UNM) Suparno, membantah dirinya terlibat dalam kasus dugaan korupsi pengadaan peralatan Fakultas MIPA senilai Rp 14,6 miliar di kampusnya. Bahkan, Suparno mengaku malu dan merasa amat tersudut atas pemberitaan yang kerap menyeret-nyeret namanya.
“Jujur, saya ini memang kuasa pengguna anggaran. Namun, saya tidak tahu-menahu terkait yang diberitakan sejumlah media. Efeknya sangat besar untuk saya dan keluarga,” kata Suparno.
Baca juga: Kejari Kecewa Polisi Tak Bisa Tangkap Produsen VCD Bajakan dan Kejagung Kesulitan Tangani Jaksa Nakal
Sebelumnya, dalam sidang yang digelar di Pengadilan Tipikor Juanda, Suparno dipanggil untuk menjalani persidangan. Namun dalam keterangannya, Suparno membantah jika dirinya mengetahui aliran dana yang diterima UNM adalah dana yang digiring oleh Muhammad Nazarudin Cs.
Suparno yang hadir dengan didampingi beberapa Staff UNM, menjelaskan jika dirinya pernah bertemu dengan Subur Triono, Anggota DPRD Kota Malang dan Mindo Rosalina Manulang, mantan Direktur Marketing PT Anugerah Nusantara.
Pertemuan pertama berlangsung pada 2008 di kantor Rektorat UNM. Menurutnya, saat itu pihaknya tidak tahu-menahu jika yang ingin menemui dirinya adalah Subur dan Rosalina. Ia hanya mendengar kabar jika ada tamu dari Jakarta yang ingin membicarakan sesuatu terkait pengembangan laboratorium di UNM. “Yang saya tahu, ada yang ingin bertemu. Karena maksudnya jelas, maka saya sampaikan agar bertemu di kantor,” ucapnya.
Selain itu, Suparno membantah jika pertemuannya dengan Subur serta Rosa terkait anggaran dana yang akan dikucurkan. Dalam pertemuannya, Subur justru menjelaskan jika pihaknya beserta Rosa akan membantu mengembangkan kampus yang dipimpinnya agar menjadi lebih maju secara fasilitas. “Tamu saya hanya bilang akan bantu partisipasi kemajuan UNM. Saya sendiri tidak begitu percaya. Namun saya dengarkan saja secara normatif,” jelas Suparno.
Dijelaskannya, pertemuan ketiganya justru sebelum anggaran itu diajukan dan tertera pada DIPA APBN 2009. Meski demikian, dia mengakui jika telah membentuk panitia pengadaan di tubuh UNM lantaran pada Desember 2008, surat pemberitahuan dari Kementerian Keuangan tentang Anggaran DIPA telah turun dan diketahui pihaknya.
“Saya sebagai kuasa pengguna anggaran atau KPA. Jadi pada 2 Februari 2009 lalu, saya membentuk panitia. Namun tidak menandatangani kontrak apapun. Hanya sebatas panitia saja,” bebernya.
Terkait keterangan Rosalina dan Clara (Staff Marketing PT Anugerah Nusantara) yang menyebutkan pernah bertemu
dirinya sebanyak dua kali, Suparno membantahnya. Ia memang pernah berada di Hotel Century, Jakarta dan Clara berada di tempat yang sama, namun tidak untuk membicarakan proyek puluhan miliar itu. “Hotel itu biasa digunakan untuk rapat para dosen. Karena tempatnya di Jakarta, maka kami tak sengaja bertemu," ungkapnya.
Terkait glontoran dana ratusan juta yang disebut Clara pernah diajukan untuk UNM, Suparno kembali membantah. Ia bahkan berani memastikan jika terdakwa Abdullah Fuad, Sutoyo dan Andoyo tak terlibat sedikitpun dalam kasus yang pernah disidik Kejati itu.
“Saya meyakini tiga terdakwa adalah sosok yang jujur. Saya meminta kepada majelis yang terhormat untuk membebaskan ketiganya," pintanya ke Majelis Ketua Antonius Simbolon.
Terpisah, penasehat hukum terdakwa, Sudiman Sidabukke, menjelaskan jika dirinya masih merasa janggal dengan kasus ini. Ia bahkan mempertanyakan tanggung jawab Suparno sebagai Rektor UNM yang mengetahui adanya mega proyek di lingkungan kampusnya.
“Justru saya menunggu-nunggu adanya perkembangan lain di kasus ini. Mana mungkin klien saya bergerak sendiri, disalahkan sendiri sementara ada pihak lain yang menjadikan ketiganya sebagai panitia. Ini sangat lucu,” terangnya.
Diberitakan sebelumnya, Abdullah Fuad, Sutoyo dan Handoyo (ketiganya dosen di UNM Malang) menjadi terdakwa karena diduga melakukan korupsi proyek pengadaan peralatan laboratorium di F-MIPA UNM Malang, 2009 lalu.
Berdasarkan dakwaan, Abdullah dan Sutoyo didapuk menjadi panitia proyek berdasarkan SK yang diterbitkan Rektor UNM, Suparno. Di SK juga disebutkan nama Handoyo sebagai pejabat pembuat komitmen (PPK). Dana keluar pada April 2009, berasal dari DIPA UNM nomor 0514.0/999-06.1/-/2009, sebesar Rp 46.531.360.000 untuk pembelian 66 item barang.
Sebagai panitia, Abdullah dan Sutoyo disebut-sebut menerima fee dari PT Anugerah Nusantara, rekanan proyek milik Nazaruddin, sedikitnya Rp 20 juta–Rp 25 juta. Proyek ini juga sarat korupsi karena harga barang yang direalisasikan jauh lebih murah dari harga pasaran. Diduga praktik mark-up terjadi dalam proyek ini. @ian_lensa
Andiono Hernawan @lensaindonesia 19 Mar, 2013
enclosure:
-
Source: http://www.lensaindonesia.com/2013/03/19/rektor-unm-bantah-terlibat-korupsi-lab-mipa.html
--
Manage subscription | Powered by rssforward.com
No comments:
Post a Comment