Friday, February 22, 2013

“Nada Dering” untuk Jakarta Sudah Berbunyi

PENYERANGAN terhadap anggota TNI dan penembakan kepada helikopter evakuasi di Papua, kini menjadi momok bagi para elite pemerintah di Jakarta.

Peristiwa berdarah di Bumi Papua ini menunjukkan, separatis di sana kini sudah percaya diri dan berani menunjukkan taring giginya.

Baca juga: Personel Militer, 2 Warga Sipil Jadi Korban 'Petrus' di Jayapura dan Makin Memanas, Korban Tewas di Papua Capai 12 Orang

Aksi penyerangan ini adalah teror yang nyata terhadap kondisi keamanan Negara. Penyerangan dan penembakan di Papua itu bukan persoalan remeh temeh.

Pemerintah di Jakarta langsung melayangkan telunjuknya ke arah kelompok separatis pimpinan Goliath Tabuni dan Murib, atas penyerangan di dua distrik Papua, Kamis (21/02/2013) kemarin.

Yang menjadi pertanyaan, benarkah keberanian para separatis itu murni atau ada yang memanfaatkan? Adakah kepentingan asing di balik semua ini?

Tapi, yang pasti, Amerika Serikat selalu dalam posisi aman, karena Indonesia juga terlalu ramah.

Pemimpin di Indonesia dikenal sangat rapi dan tak pernah bersuara lantang kepada kepentingan Paman Sam. Namun sayang, mereka gagal menterjemahkan pesan Amerika Serikat melalui gerakan separatisme.

Kini, nada dering itu sudah dibunyikan. Itulah nada yang sama dan pernah dinyalakan Presiden Georde W Bush ketika hendak menggempur Irak dan menjarah isi bumi Negeri 1001 Malam itu.

Pilihan untuk Jakarta sangat jelas, Freeport atau Papua Merdeka!

Simak di bawah ini:
(West Papua Report, September 2011)

Twenty-six members of the U.S. House of Representatives appealed to Indonesian President Yudhoyono to release Papuan prisoner of conscience Filep Karma, noting concern that your government meet its fundamental obligations to protect the rights of its people, as respect for human rights strengthens democracy. The bipartisan letter call Karmas case an unfortunate echo of Indonesias pre-democratic era.

Amnesty International, meanwhile, appealed for the release of another Papuan, Melkianus Bleskadit, imprisoned for peaceful dissent. The Indonesian government granted a three month remission to the sentence of Papuan political prisoner Buchtar Tabuni on the occasion of Indonesian independence day, who was then released. The leak of secret Special Forces (Kopassus) documents reveal systematic Kopassus surveillance and intimidation targeting Papuans and even international personnel seeking to document human rights concerns in West Papua.

The documents label prominent international leaders including Nobel Peace Prize laureate Desmond Tutu and dozens of members of the U.S. Congress as supporters of separatism in West Papua. Human Rights Watch urged that in the wake of the documents revelations that the U.S. military cease all activities in cooperation with Indonesian military units in West Papua.

Papuans leaders to convene a broad congress in October. Papuan leaders write U.S. Congress to call for peacekeepers. Church leaders and ordinary civilians have called for an end to Indonesian military intimidation in the Paniai District. The Indonesian military commander has ruled out negotiations with armed separatists in West Papua, indicating the extent to which the TNI calls the shots in West Papua. In an organizational statement WPAT has called for Papuans to be afforded the internationally recognized right to self-determination.

alexa ComScore Quantcast Google Analytics NOscript

Mohammad Ridwan @lensaindonesia 22 Feb, 2013
enclosure:


-
Source: http://www.lensaindonesia.com/2013/02/22/nada-dering-untuk-jakarta-sudah-berbunyi.html
--
Manage subscription | Powered by rssforward.com

No comments:

Post a Comment