LENSAINDONESIA.COM: Pemkot Surabaya dianggap tidak memiliki sistem birokrasi yang jelas terkait perijinan sehingga hal ini bisa merugikan investor. Buktinya, kasus videotron Gedung Siola tidak diijinkan dipasang oleh Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) yang kini menimbulkan polemik.
Pihak pemilik reklame PT Kharisma Karya Lestari merasa dirugikan karena dalam perijinan mengaku sudah sesuai prosedur. Terbukti, perusahaan yang mengaku baru pertama memasang reklame di Surabaya ini sudah membayar pajak reklame sebesar Rp 350 juta sejak setahun lalu hingga masa berlaku habis pada 11 Pebruari 2012.
Baca juga: Dewan Usulkan Pengganti Soekamto Hadi adalah Pejabat Muda dan Pemkot Surabaya "Mandul", Kontraktor Mokong Tetap Dibiarkan 'Keliaran'
Selain itu, PT Kharisma Karya Lestari ternyata sudah memiliki Ijin Mendirikan Bangunan (IMB) tertanggal 9 Juli 2011 dengan biaya sebesar Rp 11 juta. Namun, sampai sekarang Surat Ijin Penyelenggaraan Reklame (SIPR) belum dikeluarkan oleh Tim Reklame.
Yang menjadi persoalan adalah pemasangan konstruksi reklame yang melubangi tembok gedung Siola dianggap melanggar Peraturan daerah (Perda) tentang cagar budaya. Namun anehnya, Tim cagar budaya yang diketuai Kepala Dinas Kebudayaan dan pariwisata malah memberi rekomendasi.
“Kita jelas mempertanyakan rekomendasi pemasangan reklame videotron itu oleh tim cagar budaya. Sudah jelas bangunan cagar budaya tidak bisa ditutup dan dirubah. Ini malah dilobangi dan dirusak,” ungkap Ketua Komisi A (hukum dan pemerintahan) DPRD Kota Surabaya, Armudji, Rabu (13/2/2013).
Bahkan Armudji berani menduga ada permainan yang dilakukan tim reklame dan cagar budaya untuk mengijinkan videotron tersebut dipasang di gedung Siola sehingga merusak tembok.
“Ada apa ini, apakah tim cagar budaya sekarang bisa dibeli oleh investor. Jangankan menutup gedung Siola dengan baliho raksasa seperti itu, Bamboden saja memindahkan lisplang tidak boleh,” tambahnya.
Sementara itu, PT Kharisma Karya Lestari mengaku sudah melakukan prosedur dengan benar sejak tahun lalu. Bahkan perusahaan ini mempertanyakan birokrasi Pemkot Surabaya yang terkesan tidak jelas karena tidak mengeluarkan SIPR videotron itu.
“Kalau memang tidak boleh ya kita tidak akan melanjutkan. Kita sudah melakukan semua sesuai perosedur sejak tahun lalu bahkan sudah membayar pajak. Nak, sekarang kita tinggal menikmatinya ternyata tidak diperbolehkan. Yang jelas kita rugi karena kalau dihitung sudah menghabiskan Rp 350 juta untuk mengurus semuanya,” ungkap Rinto Ari Rakhman Dirut PT Kharisma Karya Lestari kepada wartawan.
Meski merasa dirugikan, pihaknya mengaku belum berniat melakukan tuntutan ke Pemkot Surabaya terkait sistem birokrasi yang dianggap berstandar ganda ini. “Kalau memang bangunan cagar budaya tidak boleh dipasang reklame, tentunya harus benar-benar ditegakkan. Saya lihat masih banyak bangunan cagar budaya yang juga dipasang reklame di Surabaya ini. Intinya kita masih mengikuti semua sistem untuk membahas kelanjutan reklame kita karena apakah diganti atau relokasi tempat,” ungkapnya.@iwan_christiono
Khairul Fahmi @lensaindonesia 13 Feb, 2013
enclosure:
-
Source: http://www.lensaindonesia.com/2013/02/13/kasus-videotron-siola-diduga-dimainkan-oknum-pemkot-surabaya.html
--
Manage subscription | Powered by rssforward.com
No comments:
Post a Comment