LENSAINDONESIA.COM: Upaya Pemprov DKI Jakarta mencanangkan program sekolah gratis ternyata masih sebatas wacana.
Praktek pungutan liar di sekolah diduga masih marak. Diantaranya, di SDN 25 Utan Kayu Selatan, Jakarta Timur, praktek ini membuat wali murid gerah.
Baca juga: Tarif Parkir Naik Karena Dilindungi Pihak Asuransi dan Sekarang Jakarta Punya Waterway, Anti Macet, Bro!
Mereka mengeluhkan adanya pungutan dari pihak sekolah yang dinilai sangat memberatkan. Sekolah menarik iuran ke murid-murid dengan beragam alasan.
Diantaranya, untuk membangun sarana ibadah, pembangunan ruang tunggu, pembuatan kartu tanda siswa, pembelian pot kembang, pembelian kipas angin maupun pembelian seragam para murid.
Pungutan yang harus dikeluarkan untuk berbagai kepentingan itu hingga mencapai Rp 800 ribu. Namun itu bahkan belum termasuk untuk pembayaran jika murid ada kegiatan di luar jam sekolah.
Menurut pengakuan sejumlah Wali Murid, ada beberapa siswa yang tidak ikut kegiatan sekolah lantaran tidak mampu membayar, justru mengalami intimidasi dari salah seorang guru di sekolah.
“Penarikan uang yang disebut-sebut sebagai uang kas itu tidak jelas kegunaannya," gerutu EL, salahseorang Wali murid.
Sementara itu, Kepala SDN 25 Utan Kayu Selatan, Evi Silvianti mengatakan, dirinya tak pernah mengetahui adanya penarikan uang kas yang dilakukan oleh Komite Sekolah.
“Pihak sekolah tidak mengetahui dan tidak pernah mengelola uang yang dibilang sebagai uang kas tersebut, itu yang menjalankan Komite Sekolah," kata Evi pada LICOM, Jumat (15/02/13).
Ia mengatakan, masalah ini mencuat ke permukaan, setelah adanya kekecewaan orangtua murid terhadap uang kas yang bervariasi antara Rp 10.000 hingga Rp 15.000 tergantung kesepakatan masing-masing kelas.
"Bahwa itu sudah ada sebelum saya menjadi Kepala Sekolah di SDN Utan Kayu Selatan 25 Pagi pada tiga tahun silam. Mengenai hal pemungutan uang kas, karena masing-masing kelas memiliki kepentingan masing-masing dan mereka merasa perlu," katanya.
Evi menjelaskan, ini merupakan inisiatif dari para walimurid dan mereka sepakat ingin membuat ruang tunggu walimurid.
“Karena pernah ada kejadian anak yang diculik, dijambret antingnya, dicuri sepedanya dan tertabrak sehingga karena itu ada kesepakatan walimurid untuk membuat ruang tunggu di lingkungan sekolah,” jelasnya.
Selain itu, tambah Evi, dalam rangka pengamanan, sekolahnya mempekerjakan satpam sebagai tenaga pengamanan.
“Untuk tenaga keamanan, itu tidak termasuk dalam BOS maupun BOP di tingkat SD beda dengan SMP dan SMA, makanya itu berasal dari uang kas,” imbuhnya.
Terkait dengan adanya pungutan seragam yang mencapai Rp 500.000, Evi menegaskan pihak sekolah tidak pernah memungut uang seragam kepada walimurid sebesar itu.
Dirinya mengakui, ada sejumlah atribut pakaian yang memang khusus ada di sekolah, seperti seragam olahraga, baju batik, topi dan dasi serta baju muslim.
Kepala sekolah pun menyayangkan adanya kekecewaan dari sejumlah walimurid yang tidak segera dilaporkan kepadanya sehingga masalah ini bisa mencuat, padahal kalau dibicarakan menurutnya bisa diselesaikan baik-baik.
“Karena ada yang dirugikan dan merasa tidak menerima, maka lebih baik kedepannya akan kita hentikan,” tandasnya.
Sementara itu, Kepala Suku Dinas Pendidikan Dasar Jakarta Timur, Nasrudin mengatakan, dirinya belum mengetahui dan akan menelusuri permasalahan yang ada di SDN 25 Utan Kayu Selatan Pagi.@winarko
Rizal Hasan @lensaindonesia 15 Feb, 2013
enclosure:
-
Source: http://www.lensaindonesia.com/2013/02/15/wow-jokowi-dicuekin-masih-ada-sekolah-berani-pungli-wali-murid.html
--
Manage subscription | Powered by rssforward.com
No comments:
Post a Comment