LENSAINDONESIA.COM: Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Surabaya, Mohamad Dhofir akhirnya angkat bicara, terkait pelaporan dirinya atas pemalsuan surat panggilan eksekusi, oleh terpidana kasus penipuan dan penggelapan Limantoro Santoso, yang sekarang masuk Daftar Pencarian Orang (DPO) Kejari Surabaya.
M Dhofir menilai laporan Limantoro ke Polda Jatim tak memiliki dasar hukum, sebab menurutnya surat perintah eksekusi (Sprintsek) Limantoro sudah sesuai prosedur.
Baca juga: Solihin si penyemen balita segera jadi pesakitan di PN Surabaya dan Hakim PN Surabaya kesulitan hafal nama terdakwa pengeroyokan
"Surat pemanggilan eksekusi yang ditujukan kepada terpidana Limantoro telah sesuai prosedur, jadi tidak ada yang salah," ujarnya saat dikonfirmasi, Jumat (19/4).
Ia pun menganggap laporan Limantoro itu bukan hal yang perlu dirisaukan lagi. "Sebagai warga negara itu merupakan hak mereka untuk membuat laporan ke pihak kepolisian," kata Dofir.
Dhofir menegaskan, dirinya akan menghormati proses penanganan hukum atas laporan tersebut. "Sebagai aparat penegak hukum serta warga negara yang baik, kita wajib menghormati proses penegakan hukum.
“Jika saya dipanggil untuk diperiksa maka saya akan siap, namun harus sesuai aturan hukum yang berlaku," tegasnya.
Ia menjelaskan, dalam laporannya ke Polda Jatim itu, maka Limatoro harus diperiksa dahulu untuk memberikan keterangannya.
"Semoga saja Limantoro secepatnya bisa dipanggil oleh penyidik Polda Jatim untuk dilakukan pemeriksaan atas laporannya tersebut," tandasnya.
Dofir juga menjawab alibi yang dipakai dari pihak Limantoro yang menyebutkan bahwa surat pemanggilan eksekusi tersebut telah dipalsukan. Menurutnya, penandatangan surat pemanggilan eksekusi Limantoro yang dilakukan Jaksa Penuntut Umum (JPU), Edy Winarko tersebut sudah sesuai dengan berkas surat BA-8 (Berita Acara Pelaksanaan Putusan Pengadilan).
"Coba lihat di bagian kanan bawah, di situ telah disediakan space guna ditandatangani oleh JPU dan bukan kepala Kejari. Jadi sah-sah saja apabila JPU yang menandatangani surat pemanggilan tersebut. Toh juga sebelumnya JPU juga sudah mendapat perintah dari saya," jelasnya.
Seperti diketahui, Limantoro melalui kuasa hukumnya, Fahrul Kaharuddin melaporkan Kepala Kejari Surabaya, M Dhofir ke Polda Jatim dengan tuduhan memalsukan surat eksekusi.
Selain melaporkan M Dhofir, Fahrul juga melaporkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Edy Winarko yang sekarang menjabat sebagai Kasubagbin Kejari Surabaya.
Dalam laporan polisi dengan nomor LPB/376/ IV/2013/UM/JTM tertanggal 17 April 2013 disebutkan bahwa Dhofir dan Edy dilaporkan melanggar Pasal 263 jo 416 jo 36 jo 368 KUHP terkait membuat surat palsu, dan Pasal 13 dan 14 jo 270 KUHAP.
Surat panggilan eksekusi terhadap Limantoro yang dilayangkan Kejari Surabaya dinilai palsu karena surat tersebut hanya ditanda tangani oleh Edy winarko selaku JPU tanpa ditandatangani M Dhofir.
Diberitakan sebelumnya, Limantoro adalah terpidana penipuan Rp 1,2 miliar dengan kedok bisnis tembakau beberapa tahun lalu. Kepada korbannya, Tio Piauw Jong alias Markus, Limantoro menjanjikan keuntungan 10 persen dari modal yang diberikan. Ternyata, di perjalanan, keuntungan yang dijanjikan tidak terealisasi. Malah, modal korbannya belum dikembalikan Rp 1,2 miliar. Oleh MA, Limantoro divonis tiga tahun penjara.
Dengan putusan MA itulah yan membuat kejari surabaya melayangkan surat panggilan kepada Limantoro, namun setelah tiga kali dipanggil Limantoro tidak pernah datang, akhirnya Kejari melayangkan surat perintah eksekusi paksa.@ian_lensa
Catur Prasetya @lensaindonesia 19 Apr, 2013
enclosure:
-
Source: http://www.lensaindonesia.com/2013/04/19/kajari-surabaya-surat-eksekusi-sah-laporan-limantoro-tanpa-dasar-hukum.html
--
Manage subscription | Powered by rssforward.com
No comments:
Post a Comment