Sunday, April 21, 2013

Perempuan terpuruk soal ketimpangan pendidikan, kesehatan, dan ketenagakerjaan

PERINGATAN Hari Kartini tahun 2013 ini, masih ditandai keterpurukan kondisi perempuan. Masalah ketimpangan pendidikan, kesehatan dan ketenagakerjaan perempuan masih sangat memprihatinkan.

Sebagaimana ditunjukan Human Development Index (HDI) atau Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Indonesia, jadi salah satu indikator keberhasilan pembangunan ekonomi Indonesia.  Menurut The United Nations Development Programme (UNDP), tahun 2011 mengalami penurunan dari peringkat 108 pada 2010 jadi peringkat 124 pada 2012.

Baca juga: Hari Kartini! PPP peringatkan kader 'jangan' berpoligami, deh! dan Perempuan harus ikut berpolitik demi kepentingan "Kartini" dan anak-anak

Upaya menurunkan Angka Kematian Ibu (AKI) di Indonesia, meski diakselarasikan lewat program MDGs, justeru menunjukan kenaikan yang fantastis.

Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) 2007, mencatat AKI berjumlah 208, dan meningkat jadi 313 pada SDKI 2012.

Angka Kekerasan terhadap Perempuan (KtP) juga terus meningkat setiap tahun. Data Komnas Perempuan menununjukan pada 2011 terdapat 19.107 kasua kekerasan. Kondisi ini meningkat jadi 216.156 pada 2012.

Sayangnya, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak yang diberi mandat   Undang-Undang Pengahapusan Kekerasan dalam rumah Tangga (UU PKDRT) untuk melakukan pencegahan KDRT, tidak memiliki rencana aksi nasional. Baik itu untuk pencegahan maupun penanggulangan kekerasan rumah tangga.

Ini salah satu bukti kegagalan Kementerian yang dipimpin Linda Amalia Sari Gumelar.

Peningkatan angka KtP juga diakibatkan baik pemerintah maupun masyarakat luas kecenderun mengembalikan perempuan ke arah domestikasi. Karena tindakan mempromosikan konsep dan kebijakan seperti, misalnya, konsep gender harmony dan keluarga sakinah yang dipromosikan BKKBN (Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional) dan pihak-pihak lainnya tidak sesuai prinsip-prinsip Deklarasi Beijing 1995 dan UU No. 7 Tahun 1984 tentang Pengesahan Konvensi Mengenai Penghapusan Segala Bentuk Deskiriminasi Terhadap Perempuan (Convention On The Elimination Of All Forms Of Discrimanation Against Women/ CEDAW) untuk menegakkan prinsip kesetaraan dan keadilan gender.

Data Badan Peradilan Agama Mahkamah Agung RI 2010, mencatat, perceraian disebabkan poligami mencapai 1.389 kasus. Padahal semasa hidupnya, Kartini menentang praktik poligami. Sebab, poligami menurut Kartini merupakan kejahatan maha raksasa.

Atas hal-hal di atas, Asosiasi LBH APIK Indonesia menyampaikan sikap:
1. Mendesak pemerintah untuk memastikan agar target Sasaran Pembangunan Milenium (Millenium Development Goals/ MDGs) dapat menurunkan AKI sampai 102/100.000 kelahiran hidup.

2. Memastikan semua kebijakan ekonomi negara ditujukan untuk peningkatan kualitas hidup masyarakat Indonesia. Dengan demikian, HDI/ IPM Indonesia mengalami peningkatan.

3. Mendesak Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak membuat Rencana Aksi Nasional Pencegahan dan Penanggulangan KDRT sebagaimana dimandatkan Pasal 11 dan Pasal 12 UU PKDRT.

4. Mendesak pemerintah agar konsisten dengan Deklarasi Beijing 1995 dan UU No. 7 Tahun 1984 tentang Pengesahan Konvensi Mengenai Penghapusan Segala Bentuk Diskiriminasi Terhadap Perempuan (Convention On The Elimination Of All Forms Of Discrimanation Against Women/ CEDAW) dalam menegakkan prinsip keadilan dan kesetaraan gender yang juga menjadi landasan UU PKDRT.

5. Mendesak Pemerintah dan DPR RI untuk melakukan perubahan UU Perkawinan yang di dalamnya memuat poligami dan hak-hal lain yang bertentangan prinsip kesetaraan dan keadilan gender yang dulu diperjuangkan Kartini.

alexa ComScore Quantcast Google Analytics NOscript

Joko Irianto @lensaindonesia 21 Apr, 2013
enclosure:


-
Source: http://www.lensaindonesia.com/2013/04/21/perempuan-terpuruk-soal-ketimpangan-pendidikan-kesehatan-dan-ketenagakerjaan.html
--
Manage subscription | Powered by rssforward.com

No comments:

Post a Comment