LENSAINDONESIA.COM: Perwakilan Warga Batang yang didampingi oleh YLBHI, LBH Semarang dan Greenpeace kembali mendatangi Unit Kerja Presiden Bidang Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan (UKP4) dan Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres). Kedatangan mereka kali ini adalah untuk memperjuangkan hak-haknya, dan juga melaporkan berbagai intimidasi yang mereka alami, dan menyatakan penolakan terhadap rencana pembangunan PLTU Batubara Batang.
“UKP4 dan Wantimpres karena mereka menenggarai lembaga-lembaga negara, instansi-instansi pemerintah (eksekutif), Kementerian Koordinator Perekonomian, Kementrian Lingkungan Hidup, Kementrian BUMN, Kementrian ESDM, Kementrian Kelautan dan Perikanan, Gubernur Jawa Tengah, DPRD Jawa Tengah, Bupati Batang, Kapolda Jawa Tengah, ini dianggap tidak menghiraukan aspirasi warga Batang,” jelas Wahyu Nandang Herawan, perwakilan LBH Semarang, Rabu (10/04).
Baca juga: Stok solar langka, nelayan Tegal terancam gagal melaut dan Tertibkan atribut partai, Panwas sita ratusan bendera parpol
Khususnya Desa Ponowareng, Karanggeneng, Wonokerso, Ujungnegoro dan Roban. Didalam perjuangan mereka untuk penolakan terhadap rencana pembangunan PLTU Batang, warga telah dikriminalisasi oleh Polres Batang dan Polda Jawa Tengah,
"Hal ini terbukti dengan adanya putusan pengadilan Negeri Semarang dan Pengadilan Negeri Batang bahwa warga-warga yang dikriminalisasi mendapatkan putusan bebas," terangnya.
Setiap hari warga harus berlawanan dengan perangkat desa, preman, polisi dan TNI untuk mempertahankan hak atas tanah-tanah mereka. Perlu diketahui, PLTU Batang yang berkapasitas 2×1000 MW merupakan salah satu bagian dari proyek MP3EI (Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia) dan diklaim akan menjadi PLTU terbesar di Asia Tenggara.
PLTU Batang ini akan dibangun di Desa Karanggeneng dengan luas lahan 250 Hektar. Megaproyek ini akan melahap lahan seluas 370 hingga 700 hektar, dan memangsa lahan pertanian produktif, sawah beririgasi teknis seluas 124,5 hektar dan perkebunan melati 20 hektar, sawah tadah hujan seluas 152 ha, dan kawasan konservasi laut daerah (KKLD) dari Ujungnegoro-Roban yang juga tempat menanam terumbu karang.
Masyarakat menolak dengan adanya Pembangunan PLTU tersebut karena mereka tidak mau kehilangan tanah produktifnya yang memiliki irigasi yang baik. Di tanah produktif tersebut, masyarakat dapat memanen padi 3 x per tahun, artinya lahan/tanah masyarakat sangatlah menjadi tumpuan hidup masyarakat.
Selain itu juga mempunyai nilai historis karena tanah merupakan warisan leluhur secara turun – temurun dan sudah terjalinnya hubungan keterikatan yang kuat antara pemilik tanah dengan buruh tani.
"Kami mendesak UKP4 dan Watimpres untuk menyampaikan aspirasi dan informasi dari warga ke Presiden agar Presiden membatalkan pembangunan PLTU Batang yang syarat dengan pelanggaran HAM dan ancaman kerusakan lingkungan," tutur Wahyu Nandang Herawan, perwakilan LBH Semarang.@Yuwana
Rosdiansyah @lensaindonesia 10 Apr, 2013
enclosure:
-
Source: http://www.lensaindonesia.com/2013/04/10/warga-batang-tolak-pembangunan-pltu-batubara.html
--
Manage subscription | Powered by rssforward.com
No comments:
Post a Comment